Sejarah Aqiqah

Aqiqah adalah salah satu tradisi atau ibadah yang dilakukan dalam agama Islam sebagai ungkapan syukur atas kelahiran seorang anak. Praktik aqiqah memiliki akar sejarah yang sangat kuno dan memiliki hubungan dengan praktik penyembelihan hewan korban dalam kebudayaan Arab pra-Islam.

Sebelum Islam, praktik penyembelihan hewan korban sebagai bentuk ungkapan syukur atau pengorbanan dalam kebudayaan Arab telah ada. Namun, setelah datangnya Islam, praktik ini dimodifikasi dan diberikan makna baru sebagai bagian dari ibadah dalam Manfaat Aqiqah agama Islam.

Dalam Islam, aqiqah dilakukan dengan menyembelih hewan qurban, seperti kambing atau domba, sebagai ungkapan syukur atas kelahiran anak. Hewan qurban yang disembelih kemudian dibagi-bagikan dagingnya kepada keluarga, kerabat, dan masyarakat aqiqah jogja yang membutuhkan. Aqiqah juga melibatkan upacara yang biasanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat.

Aqiqah memiliki dasar dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan praktik ini sebagai ibadah dan amalan kebaikan. Salah satu hadis yang menceritakan tentang aqiqah adalah sebagai berikut:

“Dari Aisyah, bahwa Nabi bersabda, ‘Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka ayahnya mengaqiqahkannya (sembelih hewan), mencukur (rambut)nya dan memberinya nama’.” (HR. Bukhari)

Dalam aqiqah, dianjurkan untuk menyembelih hewan sejumlah dua ekor kambing atau domba untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan. Namun, jika keluarga tidak mampu, maka dapat menyembelih satu ekor saja.

Praktik aqiqah hingga saat ini masih dilakukan oleh umat Muslim di berbagai negara sebagai ungkapan syukur atas kelahiran anak dan sebagai ibadah yang dianjurkan dalam Islam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *